Bermula dari saya kelas Lima SD, saat itu saya baru belajar sepeda roda dua kurang lebih th. 1998.
Saya seseorang yang berhati iri, tetapi hati iri yang saya miliki itu fositif bukanlah negatif. saat orang dapat lakukan serta saya sukai, jadi saya bakal berupaya untuk dapat lakukan seperti orang itu.
Orang tuaku inginkan saya dapat bergaul dengan anak-anak sekitaran, jadi saat anak-anak memiliki mainan baru dihari itu juga saya dibelikan mainan. Mobil-mobilan tembak-tembakan, sampai kelas tiga saya dibelikan roda empat, roda satu didepan tiga roda dibelakang tetapi roda kanan kiri kecil seperti yoyo.
Belajar Bersepeda |
Sepeda kumbang hitam menurutku untuk wanita meskipun sisa saya cukup suka. saya sukai bermain sepeda berbarengan rekan-rekan dihari minggu, ditemani bebrapa ayah kita yang selalu mengawasi kita. mungkin saja kakak serta adik heran serta kenapa saya sukai dibelikan mainan, saat ini saya tahu penyebabnya kenapa orang tuaku lakukan itu padaku.
Pada pagi hari yang cerah hawa masihlah begitu sejut, masihlah terdengar desiran anging yang melanju lembut menyentuh genit dikulitku, burung-burung yang berterbangan sembari berkicau menggodaku serta kepakan sayap ayam yang berkoko memberi semangat pada semuanya, anak- anak dihari itu juga tengah libur sekolah sesudah ujiang usai.
Sesudah saya mempunyai sepeda kumbang hitam yg tidak pernah digunakan lagi, saya lihat beberapa rekanku tengah melingkari lapangan poli memakai sepeda roda dua. waktu itu saya menginginkan seperti mereka yang dapat melingkari lapangan dengan sepeda roda dua, fikirku waktu itu keren serta nyaman bila dapat bersepeda roda dua dibandikan saya bersepeda roda empat.
Waktu itu saya segera pulang kerumah, memohon bapaku melepas roda sepeda kumbang yang terpasang dikanan kiri. bapakku berkata,
”gak bisa kelak anda jatuh,” sembari merengek saya menjawab ”anto dapat pak tentu bisa” mungkin saja bapakku tidak tega mendengar rengekanku. Pada akhirnya roda yang ada di kanan kiri dilepaskan serta jadi sepeda roda dua.
Saya membawa sepeda kelapangan lewat cara dituntun, karna saya belum dapat menaikinya atau mengedarainya.
Saya coba menaiki sepedanya dalulu seteah hingga dilapangan, rasa takut bersaran saat bakal meningjak pedal sepedaku lantaran saya sudah mengetahui, saya tidak sama dengan beberapa rekanku.
Saya jalan juga masihlah sukai jatuh terlebih naik sepeda. saya buang rasa itu takut jauh-jauh saat hatiku berkata,
”tak ada yang mustahil, bila kita ingin menobanya serta berupaya untuk dapat. kita akan tidak pernah tahu, kita dapat atau bila kita tak pernah cobanya.”
Saya cobalah untuk mengijak pedal sepeda dengan kaki kanan, saya coba menurukan pedal jadi kaki yang selalu saja turun mengijak tanah. sekian kali saya berusaha untuk memboses tetap harus tidak dapat terlebih saya jatuh dari sepeda, saya berkata sendiri,
”baru satu kali jatuh belum 2 x jatuh, saya mesti cobanya kembali” untuk ke-2 kalinya jatuh, saya bicara sama,
”belum tiga kali jatuh, sampai kian lebih sepuluh kali jatuh”,
saya berkata tidak sama,
”nanggung saya telah jatuh berulang-kali, saya mesti belajar lagi”
Waktu itu beberapa orang berkata, mustahil seseorang budi dapat bersepeda, serta beberapa orang berkata pada orang tuaku. kasihan sih budi belajar naik sepeda kerap jatuh. Lantas orang cuma diam serta pergi pulang, mungkin saja bapakku yakin membiarkan saya berlajar sepeda sendiri meskipun kerap jatuh.
Sehari, dua hari, tiga hari empat hari, badanku penuh luka merah dari muka hingga kaki ku penuh luka. saya begitu bahagia waktu hari ke lima saya telah dapat naik serta mengedarai sepeda roda dua, saya dapat tunjukkan pada semuanya, saya dapat juga mengedarai sepeda roda meskipun satu atau kali jatuh.
Demikianlah ceritaku saat belajar sepeda. saya membawa pesan untuk kita.
”tidak ada yang tidak mungkin saja bila kita coba serta berupaya. janganlah katakan tak dapat bila kita belum cobanya."
Mudah-mudahan bermafaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar